Aparat TNI/Polri bersama tim Basarnas mencari korban yang tertimbun bangunan pasar Meureudu yang roboh akibatbencana gempa di Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie jaya, Aceh, Kamis, (8/12/2016). Sebagian korban sudah teridentifikasi dan sebagian lagi masih dalam proses pendataan serta korban luka sendiri berjumlah 128 orang luka berat, dan 489 orang luka ringan, 86 unit rumah, 105 ruko, 13 unit masjid rusak berat.
KOMPAS.com - Pagi masih gelap. Jarum jam menunjukkan pukul 05.03 WIB. Lantunan ayat suci Alquran sayup-sayup terdengar dari kejauhan.
Di sebuah kamar rumah toko (ruko) lantai dua, Nisa Karya (27), masih terlelap. Dia tiba-tiba merasakan gemuruh menggetarkan dinding dan lantai kamarnya. Segala yang ada berjatuhan, berantakan. Bumi berguncang hebat.
"Bruuukkk!"
Dalam hitungan detik ruko itu ambruk disusul padamnya arus listrik. Suasana gelap dan pengap. Nisa merasakan, tubuhnya terjerembab di antara puing-puing bangunan.
“Ketika hari sudah pagi dan mulai terang, saya melihat ada cahaya dari luar. Lalu saya merayap sambil mencari sumber cahaya dan berusaha ke luar, sembari minta tolong dari warga yang ada di luar,” ujarnya saat ditemui di Mushala SPBU Ulee Gle, Kecamatan Bandar Dua, Pidie Jaya, Rabu (7/12/2016).
Karyawan SPBU Ulee Gle ini adalah satu di antara banyak korban yang selamat dalam peristiwa gempa bermagnitudo 6,4 yang mengguncang Pidie Jaya, Pidie, Bireuen, dan sebagian wilayah Aceh lainnya.
Karyawan SPBU Ulee Gle ini adalah satu di antara banyak korban yang selamat dalam peristiwa gempa bermagnitudo 6,4 yang mengguncang Pidie Jaya, Pidie, Bireuen, dan sebagian wilayah Aceh lainnya.
Tak dapat dipungkiri, sebagian besar korban tewas karena tertimpa bangunan. Namun, sebagian korban lainnya selamat setelah berjuang keluar dari puing-puing yang mengimpit tubuh mereka.
Niza adalah sebagian dari para korban yang bernasib lebih baik. Warga Rambong Kecamatan Setia, Aceh Barat Daya (Abdya), ini selamat dari reruntuhan ruko yang ambruk setelah diguncang gempa. Namun, perjuangannya ke luar dari reruntuhan adalah sebuah keajaiban.
Hanya cahaya ponsel yang meneranginya selama empat jam terperangkap dalam puing bangunan sejak pukul 05.03 WIB sampai pukul 09.00 WIB, saat tim evakuasi mulai berdatangan. Nisa menyadari detik-detik saat bangunan ruko roboh. Ia menangis dan berteriak minta tolong.
Hanya cahaya ponsel yang meneranginya selama empat jam terperangkap dalam puing bangunan sejak pukul 05.03 WIB sampai pukul 09.00 WIB, saat tim evakuasi mulai berdatangan. Nisa menyadari detik-detik saat bangunan ruko roboh. Ia menangis dan berteriak minta tolong.
“Alhamdulillah, saya selamat dan berhasil menyelamatkan handphone dan beberapa pakaian,” katanya dengan nada terbata-bata saat ditemui.
Nisa berhasil ke luar dari reruntuhan, namun tidak ikut dievakuasi ambulans. Ia lebih memilih istirahat di Mushala SPBU Ulee Gle. Baru sekitar pukul 14.00 WIB ia mendapat pertolongan medis, karena kaki kiri dan bahunya luka lecet.
Tak hanya Nisa Karya, korban selamat setelah terjebak dalam puing bangunan juga dirasakan Nurdin (35), warga Masjid Trienggadeng, Pidie Jaya.
Nisa berhasil ke luar dari reruntuhan, namun tidak ikut dievakuasi ambulans. Ia lebih memilih istirahat di Mushala SPBU Ulee Gle. Baru sekitar pukul 14.00 WIB ia mendapat pertolongan medis, karena kaki kiri dan bahunya luka lecet.
Tak hanya Nisa Karya, korban selamat setelah terjebak dalam puing bangunan juga dirasakan Nurdin (35), warga Masjid Trienggadeng, Pidie Jaya.
Lelaki ini mengalami patah tulang belakang karena tertimpa beton rumah saat menyelamatkan istri dan bayi laki-laki bernama Ali (4 bulan). Ia bahkan sempat melihat Umar (2,5), anaknya yang lain terimpit reruntuhan.
Saat ditemui di RSUD Tgk Chik Di Tiro Sigli kemarin, Nurdin terlihat masih lemah dengan tangan diinfus. Ia tengah menunggu dirontgen dan operasi.
Sedangkan istrinya, Sarmela (34) mengalami luka robek dan lecet memilih pulang ke Trienggadeng untuk menguburkan anaknya Umar.
Sedangkan istrinya, Sarmela (34) mengalami luka robek dan lecet memilih pulang ke Trienggadeng untuk menguburkan anaknya Umar.
Menurut penuturan Nurdin, saat gempa terjadi ia terbangun dan merasakan hentakan bangunan dahsyat. Anaknya, Umar tidur di kasus bawah dekat ranjang. Seketika itu, dinding beton rumahnya bergoncang hebat. Ia bergegas mengangkat bayi dan menahan runtuhan.
Dalam kondisi serbapanik itu, Nurdin tak melihat Umar tertimpa reruntuhan. Sementara pinggang dan tangannya juga tertimpa beton saat menyelamatkan bayinya. Ia tak kuasa bangkit mengendong Umar.
Dalam kondisi serbapanik itu, Nurdin tak melihat Umar tertimpa reruntuhan. Sementara pinggang dan tangannya juga tertimpa beton saat menyelamatkan bayinya. Ia tak kuasa bangkit mengendong Umar.
“Saya sedih tidak bisa melihat pemakaman anak saya,” ujarnya tersedu seraya menahan sakit.
Cerita tak kalah mirisnya juga dialami Aliya (10), bocah Ulee Gle, Pijay. Ia selamat setelah berhasil ke luar dari reruntuhan ruko yang roboh dengan cara merangkak.
Cerita tak kalah mirisnya juga dialami Aliya (10), bocah Ulee Gle, Pijay. Ia selamat setelah berhasil ke luar dari reruntuhan ruko yang roboh dengan cara merangkak.
“Aliya terjebak dalam ruko. Ia berhasil ke luar dengan merangkak dari reruntuhan. Sekarang ia trauma dan luka-luka,” kata Raudatul Jannah, saudara Aliya kepada Kompas.com.
“Dia hanya bisa bilang kalau ayah ibunya ada di dalam ruko masih terjebak, dia dalam kondisi trauma berat,” tambahnya.
Raudatul mengatakan, bangunan ruko miliknya tersebut hancur akibat gempa. Di ruko tersebut tinggal bibinya bernama Mariani dan suaminya, Ibrahim, bersama anak mereka, Aliya.
Berita ini telah tayang di Serambi Indonesia, Kamis (8/12/2016), dengan judul: Berjuang Hidup dari Reruntuhan
Raudatul mengatakan, bangunan ruko miliknya tersebut hancur akibat gempa. Di ruko tersebut tinggal bibinya bernama Mariani dan suaminya, Ibrahim, bersama anak mereka, Aliya.
Berita ini telah tayang di Serambi Indonesia, Kamis (8/12/2016), dengan judul: Berjuang Hidup dari Reruntuhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar